Laman

Minggu, 19 Desember 2010

Cerita Seorang Aktivis

[Dialog Tokoh]
Pemateri Abah Iwan Abdul Rahman
Ahad, 19 Desember 2010 pukul 13.00 s.d. 15.00 WIB


Adalah Abah Iwan, seorang aktivis mahasiswa pada zaman perjuangan. Beliau merupakan pencipta lagu kemahasiswaan yang kita sudah akrab dan sering mendengar lagunya, yaitu lagu “mentari”. Lagu yang sering kita dengar saat ospek tersebut merupakan salah satu lagu yang diciptakan oleh beliau. Beliau memulai aktivitas kegiatannya di salah satu organisasi tertua di Indonesia, yaitu Wanadri. Beliau adalah salah satu dari pendiri Wanadri. Organisasi tersebut bukan organisasi pecinta alam melainkan organisasi penempuh rimba pendaki gunung. Organisasi tersebut digagas pada tanggal 17 Januari 1964, didirikan pada bulan April, dan baru diresmikan pada tanggal 16 Mei 1964 karena pendirinya hanya terdiri dari 6 orang bekas dari pandu. Pandu merupakan organisasi semacam pramuka pada zaman sekarang. Namun, pandu itu berbeda dengan pramuka pada prinsipnya. Pramuka memang turunan dari organisasi kepanduan. Pada zaman Bung Karno, pandu diubah namanya menjadi pramuka karena pada saat itu, sedang gencar-gencarnya penghapusan nama-nama berbau barat (anti terhadap barat). Namun saat ini, pramuka lebih banyak dijadikan komoditas politik.

Pandu didirikan oleh Boden Powell.  Saat  tahun 1900 awal sebelum perang dunia, Inggris dikhawatirkan mengalami degradasi moral yang membayangi para pemudanya. Inggris yang begitu kuat pada zaman tersebut pun khawatir akan kerusakan moral yang mengancam para pemudanya. Yang dilakukan oleh Boden Powell saat itu adalah mengumpulkan beberapa pemuda dan kemudian mereka berkemah di suatu tempat terpencil dan di situlah mereka (para pemuda) dibina. Konsep yang dirancang oleh Boden Powell tersebut sangat tepat mengingat masa depan suatu negara ada pada tangan pemudanya. Gagasan tersebut merupakan gagasan yang brilian untuk memupuk semangat pemuda, yaitu dengan mengumpulkan para pemuda untuk memikirkan dan mencari solusi permasalahan negara sehingga dapat membangun dan menyelamatkan suatu bangsa.

Pendidikan yang diajarkan oleh beliau (Abah Iwan) merupakan warisan dari pendidikan kepanduan. Fokusnya bukan berdasarkan nama, melainkan berdasarkan kegiatan. Contoh nyatanya adalah pecinta alam. Banyak organisasi yang mengatasnamakan pecinta alam, namun kelakuan orang-orangnya tidak bersahabat dengan alam. Dari fakta tersebut, beliau membuat konsep agar para pemuda yang dibinanya diajak main ke alam, ke hutan, mendaki gunung, dan sebagainya sehingga rasa cinta kepada alam akan muncul dengan sendirinya. Beliau terinspirasi dengan suatu syair anonim yang dibawakan dalam bahasa Inggris yang jika diterjemahkan kurang-lebih berisi “wahai  ruh yang maha agung, berikanlah aku kemampuan untuk mendengarkan pesan-pesan yang kau bawa melalui angin-angin yang berhembus”. Mendengar, ya mendengar dan mengapresiasi dengan khidmat.  The power of Listening. Mendengar merupakan sebuah pembelajaran yang harus dilakukan. Penyair Inggris kuno yang atheis tersebut ingin mempunyai kemampuan untuk dapat mendengarkan suara-suara alam dan pesan-pesan apa saja yang terdapat di dalamnya. Karena dengan mendengar, kita akan bersungguh-sungguh dalam menyimak apa yang terjadi di sekitar kita dan akan menimbulkan sebuah apresiasi. Sebagai contoh adalah lagu. Lagu tidak selalu identik dengan seni, tetapi juga lagu identik dengan apresiasi the power of listening. Lagu kebangsaan itu merupakan sebuah lagu yang terdiri dari banyak nada yang digabungkan (sama seperti lagu lainnya). Tetapi dengan mendengar lagu tersebut, orang dapat “terhipnotis” sehingga dapat memberikan jiwa mereka sepenuhnya. Satu kuncinya yaitu apresiasi. Oleh karena itu, beliau mengajak binaan-binaannya ke hutan untuk mendengarkan apa yang ada di alam sehingga dapat membangkitkan the power of listening mereka.

Di alam luar, kita dapat mengambil pelajaran dari siapa dan apa saja. Seperti mengambil pelajaran dari sang pohon. Kuncinya adalah mendengarkan. Namun selain itu, ada juga yang membuat kita bisa menangkap pembelajaran dari pohon tersebut . yaitu respek (respect). The power of Listening akan berbuah sesuatu yang bermanfaat dengan adanya respek dari kita. respek itu bukan hormat. Bahkan terhadap musuh sekalipun kita harus respek. Beliau mengajarkan dua hal pokok tersebut karena bangsa ini butuh seorang pemimpin yang bisa mendengar dan respek. Pembinaan yang beliau lakukan adalah pembinaan yang mendidik seseorang untuk menjadi pemimpin. Namun bukan berarti beliau menanamkan paham kepada binaannya bahwa mereka harus menjadi seorang pemimpin. Pemimpin itu ada pada diri sendiri dan pemimpin itu bukan kekuasaan.

Ada empat ilmu yang harus kita miliki dalam diri.
  1. Aku tahu bahwa rotiku di dunia telah ditentukan jumlahnya sehingga aku sudah tidak lama mengejarnya. Dari pernyataan tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa yang kita lakukan sehari-hari seharusnya kita fokuskan agar kita dapat bertindak dengan ikhlas dan tidak ada pengharapan balas jasa. Itulah bentuk rasa syukur kita kepada Allah.
  2. Aku tahu betapa banyak nikmat yang telah diberikan di dunia sehingga aku merasa mempunyai banyak hutang yang takkan sanggup kubayar, karenanya tugasku adalah berbuat baik. Jika kita menghitung nikmat-nikmat yang telah Allah berikan, pasti kita tidak akan sanggup menghitungnya sehingga tugas kita adalah berbuat baik saja kepada sesama. Yang perlu kita ingat, kita tidak usah memikirkan tugas-tugas di depan, namun yang harus dipikirkan adalah tugas kita hari ini. Apa yang bisa kita lakukan saat ini agar bermanfaat bagi sesama.
  3. Aku tahu bahwa ada yang mengamatiku di dunia ini sehingga aku berhati-hati dalam mengambil tindakan. Di sinilah kita selalu diamati oleh Allah segala perilaku kita. Allah tidak pernah lengah dengan sedikitpun apa yang kita lakukan sehingga kita akan senantiasa berbuat yang bermanfaat ketika kita ingat bahwa ada yang benar-benar mengamati kita seutuhnya.
  4. Aku tahu bahwa ada yang mengejarku di dunia ini sehingga aku selalu waspada oleh kedatangannya. Dalam hal ini adalah kematian. Orang yang paling beruntung adalah orang yang selalu mengingat kematian.

Kita dapat belajar tentang ikhlas mengenai segala sesuatu yang kita kerjakan di dunia ini. Seperti penghayatan yang dilakukan oleh beliau di puncak gunung Kilimanjaro, puncak tertinggi di benua Afrika. Ketika itu, beliau melihat sebuah bunga berwarna putih dan ungu yang sedang mekar. Beliau berpikir bahwa ada atau tidaknya saya di puncak gunung ini, bunga tersebut akan tetap mekar. Itulah yang beliau dapatkan pelajaran dari dua tangkai bunga mengenai keikhlasan. Oleh karena itu, kita harus mendengar dan respek terhadap lingkungan sekitar sehingga dapat memetik hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.

Hidup ini penuh ironi. Kita harus memanfaatkan kemampuan kita (selagi kita bisa) untuk berbuat baik kepada orang lain. Masa depan ada di tangan kita. Semua tergantung bagaimana respek yang kita berikan terhadap pembelajaran tersebut. Janganlah kita gantungkan semangat kepada orang lain. Tidak ada istilah sukses di dunia ini, yang ada hanyalah bersungguh-sungguh dalam menapaki tahapan-tahapannya.



Penulis : Iwan Nurfahrudin
dari catatan kajian Dialog Tokoh PPSDMS

Tidak dilarang untuk menyebarkan isi dari blog ini selama mencantumkan blog ini sebagai sumber


(HAK CIPTA HANYA MILIK ALLAH)


Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl
Posting Komentar