Laman

Selasa, 21 Desember 2010

Ruhul Istijabah: Keyakinan Positif Menyambut Amanah Dakwah

Materi LKO (Latihan Kepemimpinan Organisasi) Milis 
Pemateri Kang irfan 
Sabtu, 18 Desember 2010 pukul 4.30 s.d. 5.30 WIB 


Sebagai seorang pencari ilmu, kita sering mendengar yang namanya Ruhul Istijabah dari para mentor, murobbi, kakak kelas aktivis dakwah dan lain-lain. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ruhul istijabah tersebut? Mari kita bahas sedikit demi sedikit. Ruhul Istijabah merupakan kondisi hati yang biasa merespon positif mengenai amanah dakwah. Pada saat zaman shahabat, mereka (para shahabat) memiliki ruhul istijabah yang kuat meskipun Rasulullah telah wafat. Mereka yakin kesuksesan dakwah akan segera tercapai. Sebagai contohnya adalah Mush’ab bin Umair. Beliau merupakan duta Islam yang pertama. Saat beliau ditunjuk sebagai duta Islam yang pertama, beliau menerima tugas yang sangat mulia dan sangat berat dari Rasulullah. Tetapi dengan keyakinannya, beliau bisa mengerjakan amanah yang diberikan oleh Rasulullah dengan tepat.

Ruhul istijabah merupakan kondisi jiwa yang tidak bisa dipaksakan. Ruhul Istijabah tidak bisa muncul begitu saja, melainkan memerlukan sebuah proses. Perjuangan dakwah merupakan perjuangan yang berat. Jika kita menganggap jalan dakwah merupakan perjuangan yang tidak berat, berarti ada yang salah dengan niat kita. Dengan ruhul istijabah, kita dapat menikmati perjuangan dakwah yang berat tersebut sehingga munculah keyakinan bahwa perjuangan dakwah ini akan menorehkan hasil. Ketika kita diberikan suatu masalah, tingkah kita atau respon kita menunjukkan seberapa kuat ruhul istijabah kita. ada empat hal yang mendukung munculnya ruhul istijabah. Yaitu:

  •  Hentakkan keyakinan yang kuat
Hal yang harus dilakukan untuk memperkuat ruhul istijabah adalah menangkap semangat keyakinan. Ingatlah, keyakinan itu mempengaruhi kinerja kita dan kinerja kita mempengaruhi hasil yang akan kita peroleh. Jika keyakinan awal sudah kuat, maka tugas akan dilaksanakan dengan penuh semangat. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Segala sesuatu bisa saja terjadi dengan izin Allah. Yang harus kita lakukan adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdoa kepada Allah agar dakwah tersebut membuahkan hasil. Pada Qur’an surah Al-Anfal (8):2 dikatakan, “sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakkal”.

Suatu hal yang ironi jika kita pesimis terhadap sesuatu sehingga kita tidak yakin untuk menggapainya. Jika hal tersebut demikian, maka dimanakah Allah dalam hatimu? Ucapan Allaahu Akbar yang sehari-hari kita lakukan hanyalah sebatas ritual yang sehari-hari kita lakukan dan tidak mempunyai pengaruh apa-apa. Padahal jika kita mentadaburi, Allaahu akbar berarti Allah maha besar sehingga tidak ada yang lebih besar dari-Nya termasuk ketakutan atas kegagalan kita. Jika kita masih pesimis, maka kita belum “benar” dalam mengucapkan Allaahu akbar. Ingatlah kawan, janganlah kita pesimis dan berlindung di balik kata “berpikir realistis”. Realistis bukan berarti pesimis. Jika Allah berkehendak, maka kehendak tersebut akan menjadi kenyataan semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, tanamkan dan hentakkan keyakinan yang kuat.

  •              Khusnudzon atas semua takdir Allah
Sesungguhnya, semua hal yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi di dunia ini semuanya atas izin Allah. Jika sesuatu itu terjadi, maka itulah yang terbaik menurut Allah meskipun kita menganggapnya bukan yang terbaik. Semua kehendak Allah pasti terjadi dan tidak ada kecacatan di dalamnya karena Allah maha teliti. Ingatlah, Allah memberikan sesuatu yang kita perlukan, bukan sesuatu yang kita inginkan. Kadang kita merasa kecewa karena doa kita tidak kunjung dikabulkan. Tidak hanya itu, kita juga kecewa dengan cobaan-cobaan yang menimpa kita sehingga kita merasa Allah tidak memberikan yang terbaik untuk saya. Pemikiran tersebut salah besar!

Jika kita masih berpikiran seperti di atas, maka ber-istighfarlah. Ubahlah paradigma tersebut dengan khusnudzon kepada Allah. Bagaimana caranya? Kita cari 1000 alasan apakah hikmah yang Allah berikan atas kejadian ini sehingga kita senantiasa selalu ber-khusnudzon kepada Allah. Misalnya ketika kita dikasih amanah untuk “mementor” adik binaan. Adakalanya kita merasa bahwa hal tersebut kita anggap sebagai beban karena menambah tanggung jawab kita. Namun harus kita ingat bahwa ada rencana lain yang ingin Allah berikan kepada kita. kita hendaknya berkhusnudzon saja dengan sesuatu tersebut. Mungkin saja dengan diberikannya amanah tersebut, Allah ingin meningkatkan kapasitas kita, dan masih banyak lagi.

  •   Ukhuwah yang maksimal
Pernahkah kita patah semangat dari jalan juang dakwah hanya karena suatu masalah dengan rekan-rekan sesama aktivis dakwah? Jika hal tersebut terjadi, maka kita belum merasakan adanya ukhuwah di antara kita. memang ada saatnya kita tersinggung karena hal tersebut, namun itulah lika-liku dakwah yang mau-tidak-mau harus kita jalani. Kuncinya adalah penguatan ukhuwah yang maksimal di antara kita. jika kita mempunyai masalah dengan rekan sesama aktivis dakwah, hendaknya jangan dibawa sampai ke ranah dakwah. Masalah pribadi adalah masalah pribadi. Jangan sampai dakwah berhenti karena masalah kecil tersebut. kita harus profesional.

Ingatlah,bagaimanapun rekan kita terdekat adalah saudara yang akan menjaga kita ketika kita sedang futur. Oleh karena itu, jaga hubungan dengan beliau. Salah satu fungsi dari teman adalah untuk saling nasihat-menasihati dalam hal kebenaran dan kesabaran.

  •  Shobar (sabar) yang tidak pernah henti
Imam Syafi’ie pernah berpendapat bahwa jika Allah tidak menurunkan ayat-ayat yang lain selain surat Al-Ashr, maka itu pun sudah cukup. Mengapa Imam Syafi’ie bisa berpendapat seperti ini? Karena manusia pada dasarnya adalah makhluk yang merugi, oleh karena itu dalam surat Al-Ashr, Allah memerintahkan kepada kita untuk saling nasihat-menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Shobar (sabar) merupakan sesuatu yang syumul (menyeluruh) sehingga seharusnya tidak ada kalimat “kesabaran saya telah habis...!!!”. Jika kalimat tersebut terucap, artinya kita sudah tidak sabar.
Shabar bukan berarti pasrah. Shabar akan berdampak pada hal-hal yang akan kita kerjakan selanjutnya. Shabar juga diikuti dengan ikhtiar kita untuk mengubah keadaan sedikit-demi-sedikit. Rumusnya, diskrit + shobar = kontinu. Oleh karena itu, kita harus shabar dalam mengemban amanah dakwah ini karena Allah pasti akan membalas dengan Jannah-Nya. Insya Allah.


Wallahu 'alam



Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl
Posting Komentar