Laman

Minggu, 05 Desember 2010

Urgensi Ilmu Sebelum Amal

Ditulis oleh : Iwan Nurfahrudin  
Catatan kajian Sabtu sore Majelis ta’lim Salman  
Sabtu, 4 Desember 2010, pukul 16.15 – 17.10 WIB @ Masjid Salman ITB  


Pada dasarnya, semua yang kita lakukan di dunia ini berhubungan dengan ilmu. Contohnya ketika kita sedang berjalan kaki, dalam ilmu biologi dijelaskan proses yang menyebabkan tubuh kita sehingga dapat berjalan, mulai dari rangsangan otak ke syaraf motorik sampai kepada produksi energi yang dilakukan oleh mitokondria sel-sel pada organ yang harus digerakkan. Secara fisika pun dijelaskan bahwa energi yang didapat dari makanan diubah menjadi energi panas, energi kinetik, dan lain-lain dengan perumusan yang detail. Namun permasalahannya, kebanyakan orang tidak tahu tentang ilmu-ilmu tersebut (atau ilmu yang lain) dan mereka mengerjakan sesuatu tanpa dasar sehingga yang mereka katakan atau lakukan adalah hal kosong tanpa makna.

Imam Bukhari berkata dalam shahih Bukhari, "Al-'ilmu qoblal qouli wal 'amali", Ilmu Sebelum berkata dan beramal. Qur'an surah Muhammad (47):19 lah yang menjadi inspirasi Imam Bukhari untuk menulis kalimat tersebut. Pada surah tersebut, Allah memerintahkan Fa'lam (ketahuilah). Baru setelah itu, Allah menyuruh kita untuk beramal. Ilmu merupakan prasyarat amal. Suatu pekerjaan yang kita lakukan akan dikatakan betul atau tidaknya bergantung pada pekerjaan tersebut dilandasi oleh ilmu atau tidak. Suatu ketika pada zaman nabi Yusuf, seorang Raja Mesir bermimpi bahwa ia sedang berdiri di tepi sungai Nil dan melihat tujuh ekor sapi yang kurus-kurus memakan tujuh ekor sapi yang gemuk-gemuk. Tatkala raja tersebut terbangun, raja bertanya arti mimpi tersebut kepada tukang sihir. Namun tidak ada seorang pun yang bisa menjawab. Kemudian raja meminta kepada Nabi Yusuf untuk menta'wil mimpi tersebut. Nabi Yusuf menafsirkan mimpi tersebut dan berkata bahwa kondisi Mesir akan makmur dimana persediaan makanan melimpah selama tujuh tahun, namun tujuh tahun berikutnya Mesir akan menghadapi masa paceklik.

Mendengar hal tersebut, Raja menjadi gelisah. di dalam Al qur'an surah Yusuf (12):55 "Yusuf berkata, jadikanlah aku bendaharawan Mesir; sesungguhnya aku dapat menjaga (makanan) ini dan berpengetahuan". Penawaran Yusuf untuk menjadi pemimpin bukan tanpa sebab. Hal ini karena Yusuf tahu bagaimana cara untuk menjaga cadangan makanan selama 7 tahun ke depan masa paceklik. Hal ini juga berkaitan dengan bolehkah seseorang menawarkan diri menjadi pemimpin?

Rasulullah menyatakan bahwa hakim terbagi dalam 3 golongan dimana dua diantaranya masuk neraka, dan satu yang lainnya masuk surga. Hakim yang pertama adalah hakim yang bodoh (tidak tahu yang mana yang haq) , yang mengadili dan memutuskan perkara tidak dilandasi dengan ilmu. Hakim yang kedua adalah hakim yang mengetahui yang haq, namun dia tidak mengadili sesuai dengan ilmu tersebut sehingga bertindak dzolim. Dua hakim tersebut merupakan yang akan menjadi penghuni neraka. Namun hakim lainnya adalah hakim yang mengerti hukum dan mengadili dan mengadili dengan hukum tersebut. Hakim ini merupakan hakim penghuni surga karena menggunakan ilmunya untuk memutuskan suatu perkara[1]. Jelas dari sini terlihat bahwa urgensi ilmu sebelum amal sangatlah penting.

Dalam hal mengatasi kemungkaran pun diperlukan sebuah ilmu.  Kemungkaran pertama adalah kemungkaran yang dapat hilang dan digantikan dengan hal-hal yang baik. Kedua, kemungkaran yang dapat hilang namun tidak secara keseluruhan. Artinya kita dapat meminimalisir kemungkaran tersebut. Solusi dari kedua kemungkaran tersebut adalah berdakwah. Ketiga, kemungkaran yang dapat hilang, namun beralih ke kemungkaran yang lain. Solusi untuk hal ini adalah ijtihad. Sedangkan kemungkaran keempat adalah kemungkaran yang dapat hilang, namun berganti menjadi kemungkaran yang lebih besar. Dalam hal ini lebih baik ditinggalkan[2]. Demikianlah ilmu yang mengatur tata cara dari semua segi kehidupan. Semua ada ilmunya. Ibnu Taimiyah pernah membiarkan prajurit Tartar yang sedang meminum minuman keras dan mencegah sahabat yang hendak menegur prajurit tersebut. Hal ini dilakukan karena jika sahabatnya menegur prajurit yang sedang minum, dikhawatirkan akan membunuh umat-umat muslim. Dalam kasus ini, minuman keras dibiarkan saja, bukan karena kepentingan umum, tetapi demi menyelamatkan rakyat dari pembunuhan.

Menasihati pun ada ilmunya
Dalam hal menasihati juga ada ilmunya. Pada zaman Rasulullah, seorang pemuda masbuq dalam sholatnya. Ketika sampai pintu masjid, jama’ah sholat hendak rukuk. Karena tidak ingin ketinggalan raka’at, maka pemuda tersebut rukuk di depan pintu masjid dan berjalan (sambil rukuk) menuju barisan jama’ah. Rasul mengetahui kejadian tersebut. Setelah selesai sholat, Rasul pun mendekati orang tersebut dan menasihatinya. Namun cara nasihat Rasul tersebut yang sangat menggugah dan membuat semangat. Rasul menyemangati pemuda tersebut dan berdo’a, “semoga Allah menambah semangatmu”. Setelah itu, Rasul memberi tahu pemuda tersebut bahwa dia masbuk dalam sholatnya dan juga memberi tahu cara-caranya untuk bergabung ke jama’ah sholat. Lalu ketika dalam sebuah liqo’, seorang anak kecil mengambil makanan yang letaknya jauh dari anak tersebut, padahal masih ada makanan di dekatnya. Melihat perilaku tersebut, Rasul pun menasihati anak tersebut dengan memanggil dengan sebutan yang paling disukai “Yaa Ghulam!” sehingga anak itu senang mendengar nasihat dari Rasul.

Begitu pun dengan menjawab pertanyaan. Ada tiga orang berbeda menemui Rasul dan ketiganya bertanya dengan perkataan yang sama, yaitu “ya rasul, amal apakah yang paling afdhol?”. Rasul menjawab kepada orang pertama bahwa amalan yang paling afdhol adalah sholat tepat waktu. Kemudian Rasul pun ditanya oleh orang kedua dan Rasul menjawab bahwa amalan yang paling afdhol adalah berbuat baik kepada ibu bapak. Orang ketiga menyakan lagi kepada Rasul dan Rasul pun menjawab bahwa amalan yang palung afdhol adalah jihad fii sabilillah. Demikianlah jawaban Rasul yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan keadaan orang tersebut berdasarkan ilmu. Rasul mengetahui persis keadaan orang-orang tersebut dan apa yang paling baik dikerjakan oleh orang-orang tersebut. Tanpa ilmu, tidaklah mungkin kita dapat melakukan seperti yang Rasul lakukan.

Rasulullah barsabda, “barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga” (H.R At Tirmidzi). Ada ungkapan bahwa amal yang sedikit tetapi dilandasi dengan ilmu akan menjadi banyak, sedangkan ilmu yang banyak yang tidak diamalkan merupakan sebuah kebodohan dan akan menjadi sedikit. Ilmu akan hilang keberkahannya ketika kita melakukan maksiat/dosa. Imam Syafi’ie pernah hapalannya hilang karena melakukan kemaksiatan yang tidak disengaja dan terbilang sepele, yaitu lupa membaca Al-qur’an pada hari itu. Ingatlah bahwa ilmu adalah Nur (cahaya) dan Allah tidak akan menurunkan cahaya tersebut kepada orang yang suka bermaksiat.

6 Hal untuk mendapatkan Ilmu
Menurut Imam Syafi’ie, tidak akan mendapatkan ilmuk kecuali dengan 6 hal. Yaitu,
1. Kita harus cerdas
2. Harus ada kesungguhan
3. Mempunyai bekal
4. Rakus (tidak puas dengan ilmu yang telah didapat)
5. Harus dekat dengan sumber Ilmu (dalam hal ini adalah guru)
6. Sabar/ waktu yang lama

Demikian semoga bermanfaat.

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl
Posting Komentar