Laman

Rabu, 31 Agustus 2011

Tiada Yang Salah Dengan Perbedaan

Hari ini, Rabu 31 Agustus 2011 tepat pukul 1.07 AM di depan laptop kecilku. Sengaja saya buat tulisan ini untuk berbagi.

Mungkin sudah sering terjadi perbedaan mengenai penetapan 1 Syawal di tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini pun akhirnya perbedaan itu pun terjadi lagi.

Teman-teman, saya senang sekali..
Teman-teman, saya senang sekali..

Kesatuan ummat itu di atas segalanya. Para Ulama khawatir jika perbedaan hari raya akan menimbulkan dampak perpecahan (terutama perpecahan batin) pada ummat. Tetapi itu hanya perasaan saja. Nyatanya, tidak ada perpecahan di kalangan ummat mengenai perbedaan hari raya ini. Mereka saling memaklumi dan toleransi terhadap sesama.

Walaupun waktu hari raya kita berbeda, tetapi kita masih tetap berteman bukan..???

Teman-teman, saya senang sekali.. Karena perbedaan hari raya itu adalah anugerah. Kenapa? karena di sana-sini semakin banyak diskusi tentang tsaqofah awal bulan Hijriah. Yang satu berpendapat bahwa hari raya jatuh pada hari sekian karena telah terlihat hilal dengan sudut sekian-sekian-dan-sekian. Namun yang lain berpendapat bahwa hari raya itu hari sekian + 1 karena hilal tersebut sudutnya kurang dari sekian-sekian-dan-sekian dan penampakan hilal tersebut tidak bisa diterima. Yang lain menguatkan dan berpendapat lagi yang ini dengan mengeluarkan dalil-dalilnya. Setelah itu, yang lain tidak bisa menerima dan berpendapat lagi yang itu dengan mengeluarkan dalil-dalilnya. tambah lagi yang ini, tambah lagi yang itu.

Walaupun banyak diskusi, karena perbedaan ini, ilmu kita semakin bertambah bukan..???

Teman-teman, saya senang sekali karena kalian menyempatkan untuk membaca tulisan ini. Mungkin dalam kenyataannya, sikap masyarakat ada yang seperti itu dan ada yang tidak. Intinya perbedaan itu adalah sunnatullah karena kita memang beda. Yang penting ambillah hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi.

Bisa jadi tulisan di atas adalah sindiran, dan bisa jadi tulisan di atas adalah penyemangat untuk meningkatkan kapasitas diri. Intinya adalah bagaimana cara kita menyikapinya. Sebenarnya hal ini banyak terjadi di setiap aspek, tetapi karena saat ini momennya tepat dengan Idul Fitri, maka yang saya tulis adalah mengenai perbedaan idul fitri. Jangan sampai perbedaan ini merusak ukhuwah.

Mohon maaf jika curhat saya menyinggung hati. Mungkin pesan ini tidak dapat tersampaikan seutuhnya karena disampaikan dengan hanya merangkai kata. Mungkin (bisa jadi) ada salah persepsi tentang pembuatan tulisan ini sehingga menimbulkan prasangka. Jujur teman-teman, curhat ini hanya ingin menyampaikan bahwa setiap perbedaan adalah anugerah dan sunnatullah. Tinggal bagaimana cara kita mengambil hikmahnya.

Benar teman-teman, hanya itu dan tidak ada maksud negatif lain!

Akhirnya, saya ingin mengucapkan Taqobbalallahu minna wa minkum. semoga kita bisa bertemu dengan Ramadhan tahun depan. mohon maaf lahir dan batin jika selama ini ada salah.


-Iwan Nurfahrudin, mencoba menulis isi hati-
selanjutnya...

Selasa, 23 Agustus 2011

Ternyata Jenazah Bisa Berbicara Loh..!!!

[Kajian Ba'da Subuh] 
Pemateri: Ust. Abdul Aziz Abdur Rouf, Lc, Al hafidz. 
Selasa, 22 Agustus 2011, pkl 5.00 WIB 
@ masjid Habiburrahman PTDI Bandung  


Setiap makhluk yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Siapapun itu, manusia atau bukan, tua atau muda, cepat atau lambat pasti akan merasakan mati. Kematian mungkin merupakan sesuatu yang sering kita dengar, tetapi kita jarang MENYADARI bahwa kita juga akan bernasib sama seperti si mayyit. Ingat ya,, MENYADARI bukan MENGETAHUI. Akibatnya banyak di antara kita yang sangat sedikit mengingat kematian atau bahkan, banyak di antara kita yang terkena penyakit wahn. Terlalu mencintai dunia sehingga takut ketika kematian tersebut menghampirinya. Sebagaimana dalam firman Allah “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.” (QS: Qaaf: 19).

Saudaraku, kematian adalah pintu untuk menuju "kehidupan ketiga" yang dinamakan alam barzah. Alam kubur merupakan tempat transit dari alam dunia yang fana menuju alam barzah."... Dan di belakang mereka ada Barzakh sampai hari mereka dibangkitkan." (QS 23:100).

Mungkin kita pernah melihat seseorang yang mengalami kematian. Ia dimandikan, lalu dibungkus oleh kain kaffan, kemudian di sholatkan. Setelah disholatkan, maka sang mayyit pun akhirnya ditandu ke liang lahat untuk segera dikebumikan. Ditengah-tengah perjalanan menuju liang lahat, ternyata jenazah tersebut dapat berbicara dan teriakan (pembicaraan) itu didengar oleh seluruh makhluk-makhluk yang berada di sekitar kecuali kita sendiri, manusia. Rasulullah bersabda:"Suara jenazah itu didengarkan oleh semua makhluk kecuali manusia, Jika saja manusia mendengarkan (teriakan) itu, mereka pasti alam pingsan ketakutan."

Lalu apa yang didengar oleh makhluk-makhluk sekitar dari suara jenazah tersebut? Rasulullah menggambarkan apa yang dikatakan oleh mayat tersebut dalam sebuah hadits. "Apabila pengurusan jenazah telah selesai dan bila ia sedang dipikul orang banyak (ke kubur), maka bilamana ia adalah jenazah orang yang saleh, ia akan berkata: 'Segerakanlah aku, segerakanlah aku ke kubur. Tetapi bilamana ia bukan seorang yang saleh, ia akan berkata:'Celaka aku! ke mana kalian akan membawaku pergi ?' (HR Bukhari dan Nasa-i).

Dari gambaran yang diberikan oleh Rasulullah, jelaslah bahwa terdapat perbedaan antara orang yang saleh dengan yang bukan orang saleh. Orang saleh, ketika jenazahnya ditandu, berkata "segerakan aku, segerakanlah aku ke kubur!". Mereka sangat rindu akan pertemuan dengan Allah. Sedangkan yang bukan orang saleh berkata, "Celaka aku! ke mana kalian akan membawaku pergi?". Inilah gambaran siksa kubur terhadap orang-orang yang bukan orang saleh ketika dia meninggal. Mereka ketakutan terhadap siksa kubur yang akan menanti mereka selama perjalanan menuju liang lahat.

Dari hadits ini membuktikan bahwa siksa kubur itu benar-benar ada sampai-sampai si mayyit yang bukan orang saleh berkata celaka. Ini menjadi pelajaran kepada kita untuk senantiasa mengingat kematian. Selain itu juga, ada hikmahnya di balik teriakan si mayyit yang didengar oleh semua makhluk kecuali manusia itu sendiri. Jika manusia dapat mendengar teriakan sang mayyit tersebut, maka mereka akan pingsan ketakutan sehingga tidak ada seorangpun yang mau mengantarkan sang jenazah tersebut, apalagi untuk menguburkannya.

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat.. :D


selanjutnya...

Jumat, 19 Agustus 2011

Amanah Kita Lebih Banyak dari Waktu yang Tersedia?

Setelah vakum menulis di blog selama beberapa bulan, akhirnya tepat sesaat sebelum 10 malam terakhir di bulan Ramadhan 1432 H, saya mendapat inspirasi "liar" untuk kembali meramaikan dunia blogging dan berbagi kepada semua kalangan tentang apa yang bisa dibagikan.

Berawal dari membaca buku, saya teringat suatu kalimat yang sering diucapkan ketika saya berada di asrama PPSDMS dulu, yaitu "Amanah kita lebih banyak dari waktu yang tersedia, oleh karena itu bantulah saudaramu untuk menyelesaikan amanahnya". Setelah searching di mbah google, akhirnya saya mengetahui bahwa kata-kata tersebut ternyata berasal dari 10 wasiat Hasan Al-Banna.

Kalau dipikir-pikir secara logika, kalimat tersebut agak aneh karena jika benar amanah kita lebih banyak dari waktu yang tersedia, kenapa kita masih sempat membantu pekerjaan orang lain? Bukankah kita sudah kewalahan dengan amanah kita sendiri?

Akan saya analogikan dengan logika liar pernyataan di atas. Memang secara matematis, jika kita mempunyai angka 4, kita tidak akan mungkin menguranginya dengan angka 5 atau angka lain yang lebih besar untuk mendapatkan hasil lebih dari 1. Ada juga pepatah yang mengatakan, jangan besar pasak daripada tiang. Dan memang dalam kenyataannya, pasak selalu lebih kecil daripada tiang. Artinya kita tidak akan mungkin bisa memberikan sesuatu yang lebih dari apa yang kita punyai. Analogi matematis di atas mungkin tidak bisa menjawab masalah ini.

Setelah berbincang-bincang dengan beberapa aktivis yang kini alumni, akhirnya saya dapat jawabannya. Memang amanah kita sangat banyak sehingga waktu yang tersedia pun tidak cukup untuk menyelesaikan semua amanah tersebut. Tetapi kalau kita saling membantu, maka amanah tersebut akan dapat diselesaikan. Contoh konkritnya adalah mereka yang sudah menikah. Kembali kita melakukan perhitungan. Sebelum menikah, sang ikhwan mengeluarkan 600 ribu rupiah setiap bulan untuk biaya hidupnya, sedangkan sang akhwat mengeluarkan 750 ribu rupiah setiap bulan untuk biaya hidupnya. Setelah mereka menikah, ternyata hasil 1+1 tidak sama dengan 2. Pengeluaran biaya hidup mereka berdua tidak mencapai 1.350 ribu, melainkan hanya 800-900 ribuan setiap bulannya. Ini terjadi karena mereka saling bekerja sama dan saling membantu menyelesaikan pekerjaannya.

Mungkin dari logika liar tersebut dapat menjelaskan tentang persoalan di atas. Hal ini membuktikan bahwa membantu amanah atau pekerjaan saudaranya seiman dapat mengefisienkan waktu sehingga pekerjaan tersebut dapat segera terselesaikan. Selain itu, frekuensi silaturahim kepada saudara kita akan semakin sering sehingga tahapan-tahapan ukhuwah akan menjadi sempurna. Allah juga menyukai jika hamba-hambanya berjuang rapi seperti bangunan yang tersusun kokoh.

Memang amanah kita lebih banyak dari waktu yang tersedia, tetapi jika kita bisa membantu saudara kita, maka amanah itu pun akan segera terselesaikan. Bukankah burung bangau yang bermigrasi secara bergerombol dapat menempuh jarak berkali-kali lipat daripada seekor burung yang bermigrasi sendirian?

Wallahu a'lam
selanjutnya...